Foreground, Framing, and Moments



Chapter 01: January
Part #3 / 03-01-2017
3/365


Beberapa waktu terakhir ini, mungkin sudah sebulanan lebih mood fotografi lebih ke street photography. Sebetulnya street photography ini bukan genre yang asing buat saya tapi kali ini ada yang berbeda dengan cara pendekatan saya ketika hunting.



Dulu, saya lebih ke menangkap apapun yang terlihat bagus untuk dipotret atau mencari seseorang yang sedang berjalan sendirian dan dengan bukaan besar (bokeh yang bagus) untuk menjadikannya lebih enak dilihat. 
Semua serba spontan dan reaktif terhadap apa yang sedang terjadi di sekitar saya. Tapi akhir-akhir ini, ada sedikit perbedaan pendekatan ketika saya hunting di jalanan.

F O R E G R O U N D

Secara general, ada tiga layer yang selalu ada pada sebuah foto yaitu foreground, objek utama, dan background. Rata-rata sebuah foto memiliki tiga hal tersebut, kadang juga hanya dua tanpa foreground, karena kadang foreground ini jika tidak ada maksud tertentu, malah hanya mengganggu estetika pada sebuah foto, apalagi foto yang berkesan minimalis. 

Tapi berbeda dengan saya akhir-akhir ini.


Foreground malah menjadi layer yang wajib ada jika memungkinkan di setiap foto street saya saat ini. Kenapa?—mungkin jawaban ini bukan jawaban yang berdasarkan ilmu tapi menurut perasaan saya, kehadiran foreground dalam sebuah foto memberikan efek depth of field yang lebih tegas. 
Walaupun settingan lensa menggunakan bukaan kecil (depth of field yang gak terlalu sempit) tapi jika ada foreground yang jaraknya dekat dengan lensa dan ngeblur, maka akan memberikan kesan ketajaman yang lebih lagi terhadap objek utama. Foreground ini juga adalah layer yang harus ada jika ingin nge-framing objek utama.




 

F R A M I N G 

Terinspirasi dari beberapa foto aditpk (instagrammer, my new muse on street photography) di akun instagramnya, sebetulnya saya suka semua fotonya tapi saya melihat ada beberapa fotonya yang tipikalnya lebih saya sukai dan ‘kena’. Di beberapa fotonya, adit suka menempatkan objek utama (biasanya manusia) pada frame garis-garis benda yang ada disekitarnya. Ini saya sebut sebagai framing. Ketika saya menyadari hal itu ternyata lebih ‘kena’ langsung saya coba dan saya sangat menyukainya.







Framing ini alih-alih mengkonsentrasikan mata untuk mencari objek manusia yang akan dipotret, sekarang saya lebih mencari dulu garis-garis benda yang ada disekitar, bisa garis pagar, garis dinding gedung, ranting pohon, dan garis bayangan juga ternyata bisa menjadi framing yang lebih menarik lagi. Setelah saya dapatkan framing dan spot, saya menunggu di spot tersebut, menunggu seseorang untuk lewat atau ‘masuk kedalam perangkap’ framing yang sudah saya siapkan. Cekrek!


 M O M E N T S

Terlepas mengenai layers dalam sebuah foto yang telah saya singgung sebelumnya (foreground – main object – background), moment adalah sesuatu yang mahal dan sifatnya lebih seperti rezeki bagi si pemotretnya. Tapi bukan berarti kita menggantungkan diri pada rezeki dan keberuntungan semata, jika mata kita jeli, seiring latihan dan pengalaman, entah kenapa momen yang bagus bisa kita baca akan terjadinya.








Momen ini karena sifatnya momentum dan tidak tahu kapan terjadinya, maka hal-hal yang telah saya bicarakan sebelumnya biasanya terabaikan karena yang penting adalah gambarnya bagus, gak missed focus. Tapi momen-momen ini anggap saja sebagai hadiah-hadiah ditengah hunting foto, selebihnya daripada mengandalkan nyari momen bagus lebih baik hunting foto terkonsep. Hal ini juga dirasa lebih enak jika ditambahkan dengan narasi tulisan-tulisan yang memang ada tujuannya.

 Oke deh, gitu aja dulu buat hari ini, karena stok foto udah abis, semoga besok sore bisa nyempetin hunting dan bisa langsung di upload ke blog.
Fyuuh...still waaaay to go, Alhamdulillah postingan ke-3 di hari ketiga masih bisa terpenuhi.

FIN.
 

No comments:

Post a Comment

blogging itu kadang rasanya kriik..kriiik.. tapi dengan adanya komen, even just one short saying, will mean the world! really!