foto di pasar, disempetin sambil anter panda belanja pagi

Dulu, aku pake buat semacam slingbag dan isinya bisa dari hape hingga handuk.












Tahukah kamu bahwa ternyata rasa bosan yang sering dicap negatif, ternyata memiliki beberapa kekuatan yang justru positif untuk diri kita. Tapi hari ini, kebaikan itu tak lagi terasa karena begitu banyaknya pilihan untuk '"membunuhnya".


Salah satu kebaikan dari rasa bosan adalah tentang kesadaran untuk being in the nowBosan bisa mengingatkan kita untuk hadir di momen saat ini, memberi kesempatan untuk menghargai hal-hal sederhana yang mungkin terlewatkan.


Seperti pagi kemarin ketika aku mulai bosan menunggu, aku bisa dapet beberapa foto yang lumayan bisa aku bagi disini. Karena rasa bosan menunggu, di bawah pohon kersen yang rindang, aku bisa membaca beberapa lembar buku Madre-nya Dee dan satu bab bukunya Dale Carneige tentang bagaimana menikmati hidup dan mengatur pekerjaan.


Karena bosan menunggu Panda mengurus perihal BPJS di Puskesmas, aku bisa menyadari dan menikmati keindahan bayangan ranting dedaunan yang bergoyang diterpa angin yang gerakannya terlihat pada lembaran buku Madre berwarna coklat. Ketika menengadah pun, ternyata sinar matahari yang berkilauan pun sama menariknya.


Mungkin, sudah saatnya kita belajar untuk menikmati lagi rasa bosan dan tak lantas cepat-cepat membunuhnya dengan gadget kita. Persis seperti waktu kecil dulu ketika smartphone dan sosial media belum merangsek di setiap sela kehidupan kita. Kalo bosan, kita berkreasi membuat sesuatu atau membuat permainan fisik di lapangan, berinteraksi dengan kawanan seumuran lainnya.

Anyway, kalo kamu sedang dilanda situasi kebosanan, tapi ga bisa 'dibunuh' dengan hapemu, kira-kira apa yang akan kamu lakukan?










 

Di tengah kekosongan, selain tetap berusaha memperbaiki (tampilan) diri di ranah digital dan menambah pengalaman, akupun ingin lebih banyak menghabiskan tiap detik waktu yang kupunya dengan membaca buku, ga lagi didominasi menggulir lini masa sosial media.


Bukannya apa-apa, tapi usia tidak lagi semuda itu, makin kesini, aku makin menghargai waktu yang kupunya. Apalagi keadaanku sekarang ini adalah salah satu hasil dari aku yang terlalu banyak menyia-nyiakan waktu. Karenanya, aku harus belajar dari pengalaman.


Tapi tulisan hari in ga kan ngebahas yang itu ya. Itu mah buat diri sendiri aja.


Kali ini, aku cuma ingin menyampaikan bahwa ternyata (sekali lagi sadar) bahwa bahasa indonesia itu lebih menarik dan indah, bahkan bisa aku sebut artistik. Apalagi jika tutur bahasanya seperti Dewi Lestari atau banyak penulis Indonesia yang pembendaharaan bahasa Indonesianya sangat kaya.


Selain itu, ketika aku menyimak idolaku Hamada Hideaki dan kebanyakan orang Jepang juga, mereka seperti terlihat bangga menggunakan bahasanya sendiri, padahal bisa jadi mereka pun mampu untuk berbahasa Inggris yang baik.


Jadi, akupun ingin bangga menggunakan bahasa Indonesia, sedikit demi sedikit menambah kosa kata dengan lebih banyak membaca buku penulis Indonesia yang mirip-mirip Dee, meski tetap ga menutup kemungkinan sesekali menyisipkan bahasa Inggris kalo ga nemu padanan kata yg pas.

Previous PostOlder Posts Home